Aku merasa ada semangat, merasakan ada keajaiban yang membuatku
sangat yakin dengan jalan yang aku pilih ini. Pertama kali aku
mendapatkan mimpi yang bagiku adalah suatu anugrah dari Sang hyang
Widhi. Aku menangis terharu, dalam hatiku “Sang Hyang Widhi terimakasih
atas jawaban yang engkau berikan kepadaku” Aku tak banyak bertanya-tanya
lagi akan makna dari mimpi itu,
karena bagiku memang semua sudah jelas
itu petunjuk Sang Hyang Widhi untuk memantapkan pilihanku.Tanpa ragu aku
benar-benar memutuskan untuk meyakini kalau agamaku sekarang hindu. Aku
berfikir ini adalah awal dimana aku memulai menuju jalan hidupku. Jadi
apapun yang akan terjadi aku akan tetap mempertahankan demi keyakinanku.
Aku siap apapun konsekuensinya.
Saat itu aku tak berani bercerita kepada kedua orang tuaku. Hanya
poeperlah yang aku ajak sharing tentang mimpi indahku itu. Perasaan
bahagia bercampur terharu, aku berfikir “Sang Hyang Widhi memang sangat
menyayangiku”. Aku mencoba membuka FBku dan update status, karena ingin
berbagi apa yang aku rasakan saat itu. Tapi tanpa diduga banyak sekali
yang koment tentang apa yg aku rasakan saat itu. Tak sedikitpun dapat
tanggapan bagus, banyak pro dan kontra. Terutama sahabat-sahabatku
semasa SMA, mereka menentangku mentah-mentah kalau aku dilarang untuk
masuk hindu.
Sampai-sampai aku mendapat cacian dan sikap yang tidak mengenakkan.
Sempat juga aku diajak debat oleh salah satu temanku yang beragama islam
dia begitu fanatik terhadap agama lain. Sebut saja dia “Mr. A”. Dia
mengejekku aku kafir, karena keluar dari agama islam. Dia berusaha
ngajak ngobrol aku, “Mr.A” sedang berusaha mempengaruhiku untuk bisa
kembali ke agama islam. Dia bilang kepadaku “Allah tidak akan
memaafkanmu karena kamu sekarang kafir jadi cepatlah kembali keislam,
aku jawab “kenapa kamu bisa berkata seperti itu padaku???? Emang kamu
tahu hakikat Tuhan dalam agamamu??? “Mr.A balik menjawab ”jelas tahu”.
Kamu sudah menjadi kafir, jadi Allah akan menghukummu dineraka kelak,
aku menjawab “Bagiku yang hanya bisa menghukum aku adalah perbuatanku
sendiri yang aku lakukan dikehidupan terdahulu, sekarang dan dikehidupan
mendatang.
“Mr.A” malah gak bisa jawab, malah kembali menjugde “hindu menyembah
berhala dan selalu menggunakan dupa dan bunga untuk sembahyang,
benar-benar memuja setan ” aku teringat pernyataan ini, karena aku dulu
juga sempat berfikir seperti itu, aku kembali menjawab “Bagiku hindu
tidak menyembah patung, karena Tuhan selalu ada dalam setiap jiwa
manusia itu sendiri. Kalau memang kamu menganggap hindu menyembah patung
apakah di islam juga sama halnya dengan anggapan kamu menyembah
berhala??? Lihat saja ka’bah yang berdiri kokoh di mekkah itu juga
terbuat dari batu. Umat muslim begitu memujanya, menciumi batu hajar
aswat, apakah itu bukan dianggap berhala.
si Mr.A hanya diam, aku menjawab kembali Sedangkan dupa dan bunga
digunakan untuk sembahyang itu adalah sebagai simbol upasaksi, atau sang
penyaksi dari sembahyang yang umat hindu lakukan meyakini simbol dari
sinar sucinya Tuhan, eh jangan salah nanti para penghuni surgamu juga
akan mempunyai pedupaan yang dibuat dari kayu gahara (keterangan dari
Abu Hurairah r.a). Aku menjawab lagi ketika dia tak bisa jawab” aku
asalnya islam friend , jadi aku sudah bisa bandingkan mana yang baik
untuk diriku mana yang buruk pula untuk diriku, jadi tak perlu kamu
menjudge aku seperti itu. belum tentu apa yang kamu lakukan baik di mata
Tuhan. Akhirnya si Mr.A tak bisa menjawab lagi. Dan pergi dengan nada
kasar. Batinku “ sukurin lu, niat ngajak debat malah gak bisa jawab”.
Hehhehehe….
Keesokkan harinya tepat minggu kliwon, aku ingin sekali mengikuti
persembahyangan kliwon. Akhrinya poeper mengajakku ke pura giri nata
untuk kedua kalinya. Tapi dalam kesempatan ini aku masuk pura merasakan
ada sesuatu yang sangat berbeda. Aku merasakan kedamaian dan ketenangan
dalam hatiku. Serasa masuk dirumahku sendiri, serasa iklas dengan penuh
kesadaran. Berbeda ketika aku mengikuti hari raya kuningan 16 juli 2011
yang lalu, ketika belum memahami arti menjadi hindu. Bagiku ini
benar-benar anugerah dari Sang Hyang Widhi.
Sejak saat itu aku mulai membentuk keyakinanku dengan penuh bhakti
kepada Sang Hyang Widhi. Aku semakin membentuk pribadiku semakin
religius. Aku merasa semakin hari semakin dekat dengan Tuhan. serasa
sudah menemukan jati diriku. Setiap masuk hari kliwon dan purnama aku
selalu ikut persembahyangan, rasanya sangat bersemangat sekali untuk
mengikutinya. Rasa minder ku sedikit demi sedikit mulai menghilang. Aku
memberanikan diri untuk sembahyang sendiri dipura tanpa ada poeper
ataupun orang tua poeper.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar