Aku sudah berprinsip “masak mau sembahyang harus ada yang menemani”.
Meskipun tidak ada yang menemani, Sang Hyang Widhi selalu menemani
dimanapun aku berada
.
Berjalannya waktu, aku menyampaikan keinginanku pada poeper kalau aku
ingin segera di “Sudhi Wadani”. Poeper pun menyampaikan ke orang
tuanya, tapi katanya menunggu kalau pas “Pawiwahan” saja. Sebenarnya
keinginanku sudah menggebu-gebu. Karena aku sudah memiliki jiwa militan
terhadap hindu. Berhubung sudhi wadani butuh biaya banyak, aku berusaha
bersabar. Merasakan kedamaian itu sudah merasa cukup.
Sejak itu orang tuaku tidak tahu jalan pilihanku ini, aku
merahasiakannya didepan orang tuaku. Karena dengan aku diam orang tuaku
tidak akan marah padaku. Aku berusaha selalu bersikap biasa di depan
orang tuaku, dan orang tuaku juga tak merasa ada perbedaan padaku. Aku
juga berusaha menjaga ini semua. Karena bagiku ini bukan waktu yang
tepat untuk aku sampaikan ke orang tuaku.
Tepat memasuki pertengahan oktober gempa menimpa pulau Bali.
Bertepatan kedua orang tuaku mendapatkan pekerjaan di Bali. Aku sangat
mengkhawatirkan keadaan kedua orang tuaku. Aku sangat bersyukur orang
tuaku masih dilindungi oleh Tuhan. Tapi entah dapat cobaan apalagi
menimpa keluargaku tanggal 19 oktober 2011 tepatnya pukul 18.30 WITA,
aku mendapat berita yang membuat aku terpukul sekali. Aku diberitahu
Ibuku kalau ayahku mengalami kecelakaan di Denpasar, tapi tempat
kejadian kecelakaan ayahku jauh dengan tempat kerjanya. Ayahku ditabrak
oleh penduduk asli bali. Aku tak bisa menahan kegelisahan memikirkan
ayahku.
Ayahku dirawat di RS Sanglah Denpasar. Ketika dirawat di RS tersebut
dalam waktu tiga hari ayahku sudah dipulangkan oleh dokter. Aku heran
kenapa dalam waktu secepat itu ayahku sudah dipulangkan. Dilihat dari
hasil rontgen dan cityscan tak ada tanda-tanda apapun. Tapi keadaan
ayahku melemah. Entah apa yang dikeluhkan ayahku. Serasa ada kekuatan
magis yang mempengaruhi keadaan ayahku. Konsentrasiku terhadap kuliah
mulai terbengkalai lagi. Serasa aku ingin menyusul ayahku di Bali, tapi
serasa tidak mungkin karena bertepatan dengan waktu PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) ku. Memasuki awal november keadaan ayahku bukannya
tambah membaik, tapi semakin memburuk saja. Akhirnya ayahku meminta
paksa pulang ke Jawa. Didalam perjalanan keadaan ayahku semakin drop.
Ibuku merasa tak kuat melihat keadaan ayahku, sampai akhirnya dimasukkan
di RS swasta.
Untungnya RS tersebut tidaak terlalu jauh dari rumahku. Jadi aku bisa
jenguk ayahku secepatnya. Sudah satu minggu ayahku di rawat di RS
tersebut tapi keadaan ayahku semakin parah saja. Aku pasrahkan kepada
Sang Hyang Widhi, jika memang saat ini ayahku akan di ambil , ambilah.
Jangan siksa ayah ku seperti ini. Ayahku merasakan kesakitan hebat di
bagian kepala dan pinggangnya.
Sampai akhirnya ayahku di rujuk Di RS. Kristen Surabaya, kebetulan
kakak tiriku bekerja di RS tersebut. Setelah di cek ternyata ayahku
mengalami keretakan pada tengkorak kepala dan pendarahan ginjal yang
sampai membuat ginjal kirinya rusak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana
sakitnya. Tapi aku berusaha berdoa sebisaku. Aku duduk di samping
ayahku ,aku tenangkan ayahku dengan aku usap pelan-pelan pinggang ayahku
dengan doa “mantram gayatri” aku ucap pelan-pelan dengan penuh
keyakinan sampai ayahku berhenti merasakan kesakitan itu. dengan
pelan-pelan pula ayahku tertidur. Aku menangis terharu didekat ayahku
Aku bersyukur “Astungkara” terimakasih Sang Hyang Widhi atas kuasamu,
ini keajaiban yang sangat berharga untukku dan nyawa ayahku.
Memasuki waktu hampir satu minggu aku tidak mengunjungi ayahku karena
memang aku harus membagi waktuku dengan kuliah dan PKL ku. Keadaan
ayahku semakin membaik dibanding dengan keadaan sebelumnya, tapi masih
belum diperbolehkan untuk pulang. Semenjak aku berada dirumah aku
bersembahyang sebisaku. Setiap malam tepat jam 00.00 WIB aku mulai
menyalakan dupa bergegas sembahyang. Aku memohon maaf atas setiap apa
yang aku lakukan, mendoakan agar ayahku agar diberi kesembuhan.
Aku duduk didepan dupa yang aku nyalakan, aku mulai merenungi
kejadian demi kejadian yang menimpa keluargaku. Aku berfikir semua ini
memang karma masa lalu yang menimpa keluargaku. Tapi aku mulai befikir,
memang benar keajaiban terletak pada keyakinanku “mantram gayatri”
adalah penuntun segalanya. Aku menangis tak tertahan. Aku terharu
“betapa indahnya karuniamu Sang Hyang widhi atas keyakinan yang aku
peroleh saat ini” ucapan syukur aku ucapkan berkali-kali dengan sedikit
terisak-isak. Hampir dua jam aku duduk di depan dupa , waktu beranjak
pukul 02.00 WIB , aku beranjak tidur karena harus bangun pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar