Sabtu, 15 November 2014

Hindu, Aku Kembali Padamu part 11

Aku sudah berprinsip “masak mau sembahyang harus ada yang menemani”. Meskipun tidak ada yang menemani, Sang Hyang Widhi selalu menemani dimanapun aku berada
.
Berjalannya waktu, aku menyampaikan keinginanku pada poeper kalau aku ingin segera di “Sudhi Wadani”. Poeper pun menyampaikan ke orang tuanya, tapi katanya menunggu kalau pas “Pawiwahan” saja. Sebenarnya keinginanku sudah menggebu-gebu. Karena aku sudah memiliki jiwa militan terhadap hindu. Berhubung sudhi wadani butuh biaya banyak, aku berusaha bersabar. Merasakan kedamaian itu sudah merasa cukup.

Sejak itu orang tuaku tidak tahu jalan pilihanku ini, aku merahasiakannya didepan orang tuaku. Karena dengan aku diam orang tuaku tidak akan marah padaku. Aku berusaha selalu bersikap biasa di depan orang tuaku, dan orang tuaku juga tak merasa ada perbedaan padaku. Aku juga berusaha menjaga ini semua. Karena bagiku ini bukan waktu yang tepat untuk aku sampaikan ke orang tuaku.

Tepat memasuki pertengahan oktober gempa menimpa pulau Bali. Bertepatan kedua orang tuaku mendapatkan pekerjaan di Bali. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan kedua orang tuaku. Aku sangat bersyukur orang tuaku masih dilindungi oleh Tuhan. Tapi entah dapat cobaan apalagi menimpa keluargaku tanggal 19 oktober 2011 tepatnya pukul 18.30 WITA, aku mendapat berita yang membuat aku terpukul sekali. Aku diberitahu Ibuku kalau ayahku mengalami kecelakaan di Denpasar, tapi tempat kejadian kecelakaan ayahku jauh dengan tempat kerjanya. Ayahku ditabrak oleh penduduk asli bali. Aku tak bisa menahan kegelisahan memikirkan ayahku.

Ayahku dirawat di RS Sanglah Denpasar. Ketika dirawat di RS tersebut dalam waktu tiga hari ayahku sudah dipulangkan oleh dokter. Aku heran kenapa dalam waktu secepat itu ayahku sudah dipulangkan. Dilihat dari hasil rontgen dan cityscan tak ada tanda-tanda apapun. Tapi keadaan ayahku melemah. Entah apa yang dikeluhkan ayahku. Serasa ada kekuatan magis yang mempengaruhi keadaan ayahku. Konsentrasiku terhadap kuliah mulai terbengkalai lagi. Serasa aku ingin menyusul ayahku di Bali, tapi serasa tidak mungkin karena bertepatan dengan waktu PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) ku. Memasuki awal november keadaan ayahku bukannya tambah membaik, tapi semakin memburuk saja. Akhirnya ayahku meminta paksa pulang ke Jawa. Didalam perjalanan keadaan ayahku semakin drop. Ibuku merasa tak kuat melihat keadaan ayahku, sampai akhirnya dimasukkan di RS swasta.

Untungnya RS tersebut tidaak terlalu jauh dari rumahku. Jadi aku bisa jenguk ayahku secepatnya. Sudah satu minggu ayahku di rawat di RS tersebut tapi keadaan ayahku semakin parah saja. Aku pasrahkan kepada Sang Hyang Widhi, jika memang saat ini ayahku akan di ambil , ambilah. Jangan siksa ayah ku seperti ini. Ayahku merasakan kesakitan hebat di bagian kepala dan pinggangnya.

Sampai akhirnya ayahku di rujuk Di RS. Kristen Surabaya, kebetulan kakak tiriku bekerja di RS tersebut. Setelah di cek ternyata ayahku mengalami keretakan pada tengkorak kepala dan pendarahan ginjal yang sampai membuat ginjal kirinya rusak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya. Tapi aku berusaha berdoa sebisaku. Aku duduk di samping ayahku ,aku tenangkan ayahku dengan aku usap pelan-pelan pinggang ayahku dengan doa “mantram gayatri” aku ucap pelan-pelan dengan penuh keyakinan sampai ayahku berhenti merasakan kesakitan itu. dengan pelan-pelan pula ayahku tertidur. Aku menangis terharu didekat ayahku Aku bersyukur “Astungkara” terimakasih Sang Hyang Widhi atas kuasamu, ini keajaiban yang sangat berharga untukku dan nyawa ayahku.

Memasuki waktu hampir satu minggu aku tidak mengunjungi ayahku karena memang aku harus membagi waktuku dengan kuliah dan PKL ku. Keadaan ayahku semakin membaik dibanding dengan keadaan sebelumnya, tapi masih belum diperbolehkan untuk pulang. Semenjak aku berada dirumah aku bersembahyang sebisaku. Setiap malam tepat jam 00.00 WIB aku mulai menyalakan dupa bergegas sembahyang. Aku memohon maaf atas setiap apa yang aku lakukan, mendoakan agar ayahku agar diberi kesembuhan.

Aku duduk didepan dupa yang aku nyalakan, aku mulai merenungi kejadian demi kejadian yang menimpa keluargaku. Aku berfikir semua ini memang karma masa lalu yang menimpa keluargaku. Tapi aku mulai befikir, memang benar keajaiban terletak pada keyakinanku “mantram gayatri” adalah penuntun segalanya. Aku menangis tak tertahan. Aku terharu “betapa indahnya karuniamu Sang Hyang widhi atas keyakinan yang aku peroleh saat ini” ucapan syukur aku ucapkan berkali-kali dengan sedikit terisak-isak. Hampir dua jam aku duduk di depan dupa , waktu beranjak pukul 02.00 WIB , aku beranjak tidur karena harus bangun pagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar