Genap tiga minggu ayahku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter,
karena keadaan ayahku sudah cukup baik. Satu yang aku ingat saat itu
yang keadaan ayahku masih tak memungkinkan untuk bisa bertahan hidup
tapi ini benar-benar suatu keajaiban. Aku hampir tak percaya
, dalam
hatiku adalah ini anugrah Sang hyang Widhi yang sudah mengabulkan doaku
melalui “gayatri mantram”.
Sejak saat itu pula ayahku berhenti kerja sampai sekarang. Tapi aku
sangat bersyukur masih bisa melihat ayahku dan ibuku. Aku melihat ada
kedamaian dalam keluargaku yang sebelumnya belum pernah aku dapatkan
langsung dilingkungan keluargaku. Aku mulai senang bisa berkumpul lagi
bersama orang tuaku. Orang tuaku memutuskan dirumah saja menemani aku
dan saudaraku.
Aku tetap menjalankan prinsipku dengan kehinduanku. Aku tetap
menjalankan sembahyang seiklas aku menjalaninya, tanpa merasa ada
paksaan dalam hatiku. Awalnya aku sembahyang di rumahku sendiri tidak
berani memakai dupa, karena aku masih menghargai keluargaku dan orang
disekitar rumahku. Takutnya punya pikiran macam-macam. Tapi sebulan
kemudian aku memberanikan diri untuk sembahyang memakai dupa, setelah
sembahyang dupa aku matikan. Dan tak ada yang komplain ketika itu.
keluargaku tak ada rasa curiga apapun padaku terutama orang tuaku.
Mungkin orang tuaku sudah tahu apa yang aku lakukan mereka diam saja,
dan berusaha menerima apa yang aku lakukan. Orang tuaku juga tidak
pernah mengingatkan aku sholat seperti halnya yang pernah dilakukannya
padaku. Aku sedikit lega ketika orang tuaku bersikap seperti itu.
Mungkin dalam benak orang tuaku ,”sudah tak patut jika aku memaksakan
kehendak anakku”. Tapi orang tuaku tak pernah mengajakku berbicara
masalah keyakinaku. Serasa semua ini tak di permasalahkan. Aku merasa
semuanya memang rencana Tuhan, tak lupa aku ucap syukur kepada Sang
Hyang Widhi.
Menjelang hari natal tiba, bertepatan kuliahku libur tanggal 22
Desember 2011 aku minta izin orang tuaku untuk berlibur ke klaten
jateng, tempat poeper kuliah. Rencana nya poeper mengajakku tirta yatra
ke Candi Cetho yang terletak di dusun Ceto Desa Gumeng Kecamatan Jenawi
Kabupaten Karanganyar jawa tengah. Aku begitu sangat antusias sekali
karena baru pertama kali juga aku berwisata religi. Keesokkan harinya
tepat Jam 07.00 WIB Aku bergegas siap-siap menuju lokasi tirta yatra.
Cuaca saat itu begitu sangat cerah menggambarkan situasi hatiku.
Kurang lebih 2,5 jam perjalanan akhirnya aku dan poeper sampai candi
cetho. Di daerah candi cetho aku merasakan suasana pedesaan yang sangat
alami, benar-benar melihat kuasa Sang Hyang Widhi. Aku terheran-heran
bagaimana para leluhurku ini bisa membuat candi cetho ini, hampir pada
ketinggian 1400m diatas permukaan laut. Benar-benar luar biasa. Aku
terkagum-kagum dengan suasana itu. Sebenarnya aku ingin sembahyang di
candi cetho tersebut, tapi berhubung aku sedang cuntaka aku berusaha
minta izin pada para leluhur kalau tujuanku baik, hanya ingin melihat
keindahan yang sudah di buat oleh para leluhur. Aku berfoto-foto
mengahabiskan waktuku disana.
Aku merasakan kedamaian berada disana. Rasanya aku tak ingin pulang.
Aku merasa sudah betah tinggal disana. Tak ada halangan apapun ketika
aku berada disana, karena aku berfikir” aku sudah izin kepada leluhurku,
dan berdoa kepada sang hyang widhi. semua ini aku lakukan karena
semata-mata aku ingin berbhakti kepada leluhurku”. Tak terasa waktu
menunjukkan pukul 11.00 WIB, aku dan poeper memutuskan untuk lanjut ke
perjalananku selanjutnya, ke situs Menggung. Situs ini adalah tempat
moksa-nya Raja Majapahit terakhir – Prabu Brawijaya V. Didalam
perjalananku menuju situs menggung ada keajaiban. Mendung sangat tebal
menyelimuti perjalananku dan poeper. Aku serasa tampak panik, dalam
hatiku “sebentar lagi hujan akan turun”, poeper berkata padaku “ kita
lanjut perjalanan atau pulang saja”, aku bingung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar